Hallo Broeder inside

inMagz.id

Inside Magz menyadari bahwa sebuah karya tulis akan lebih indah dipandang mata bila tersaji dalam kemasan desain yang segar. Tampilan yang ‘enak’ serta nyaman di mata, akan mengantar dan mewarnai pandangan pembaca mulai dari awal hingga akhir setiap paragraf.

Oktober 2021
SSRKJSM
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Bergabung dengan 285 pelanggan lain

20/10/2021

Inside Magz

Nyaman di Mata - Asik Dibaca

Elen Laudia Nelwan, Kepala Dinkes Parigi Moutong. (F. Andi Sadam/inMagz)

Pernyataan ‘Palsu’ Kepala Dinkes Soal Uang Pungut Rapid Antigen

SULAWESI TENGAH - Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, dinilai memberi pernyataan ‘palsu’ terkait dana hasil pungutan dari pemeriksaan rapid antigen beberapa waktu lalu. Awalnya, Kadis bernama Elen Ludia Nelwan itu berkata bahwa uang pembayaran rapid antigen akan diberikan kepada petugas lapangan. Tapi, belakangan Elen bilang kalau dana tersebut akan digunakan untuk keperluan lain.

Tanggal 12 Oktober 2021, kepada banyak wartawan, Elen berkata bahwa uang hasil ‘penjualan’ rapid antigen akan digunakan untuk pengadaan alat rapid. Katanya, alat rapid yang diadakan tersebut sebagai pengganti bahan rapid yang dipakai pada seleksi P3K hingga ujian SKD belum lama ini.

Dia menjelaskan, alat rapid antigen yang dipakai memeriksa peserta seleksi P3K dan SKD adalah alat bantuan pemerintah provinsi yang diberikan secara cuma-cuma. Sebab itu alat tersebut perlu diganti.

“Uang hasil pemeriksaan rapid itu sudah dibelikan pengganti bahan rapid bantuan provinsi,” ucap Elen.

Baca: Terkait Rapid Berbayar, Komisi IV DPRD Parigi Moutong Hearing Dinkes

Menyangkut rencana pemberian penghargaan kepada petugas lapangan—tenaga honorer, Elen bilang kalau rencana itu tidak jadi.

“Setelah saya pelajari, ternyata tidak ada untuk honor. Jadi saya mau mengklarifikasi bahwa tidak terinput dalam surat edara soal pemberian tersebut kepada tenaga honor,” kilah Elen.

Elen menjelaskan, terkait pemberlakuan tarif sebesar Rp100 ribu per sekali rapid, itu berdasarkan surat edaran yang menyebut tarif rapid untuk luar pulau Jawa dan Bali sebesar Rp109.000.

Baca: Soal Rapid Berbayar, Wardi: Ada Indikasi Korupsi

Terhadap kebijakan Dinkes yang tidak melibatkan Puskesmas terdekat dalam pelaksanaan rapid secara mandiri, dibilang Elen, saat ini di Puskesmas-puskesmas sedang fokus melakukan peningkatan vaksinasi.

“Supaya vaksinasi ini maksimal pencapaiannya, sehingga Dinkes tidak melibatkan pihak Puskesmas,” katanya.

Alasan lahirnya kebijakan dinas melakukan pemeriksaan rapid terhadap peserta-peserta pada kegiatan tersebut—seleksi P3K dan SKD, lantaran adanya surat permintaan dari pihak Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).

“Surat dari  BKPSDM itu saya disposisikan ke bidang terkait di Dinkes, dalam hal ini P2P,” kata Elen.

Baca: Fadli: Dinkes Diduga Berbisnis Memanfaatkan Rakyat, Soal Rapid Berbayar

Dalam wawancara tersebut Elen sempat menyinggung usulan dari pihak BKPSDM. Dalam usul tersebut, menurut Elen, pihak BKPSDM mengusulkan agar pelaksanaan rapid dipihaketigakan. Tapi, Elen menolak tawaran itu.

“Sebenarnya, dari BKD itu sudah sampaikan ke saya bahwa ada yang mau pihak ketigakan, trus saya bilang, kalau dipihakketigakan berarti itu kan lebih dari Rp100 ribu,” katanya.

Uang hasil pungut dari peserta yang dirapid, kata Elen, awalnya ditampung di bidang P2P. dan saat ini dana tersebut sudah digunakan untuk mengorder alat rapid untuk pengganti rapid antigen bantuan provinsi.

“Untuk kepastian kapan barangnya tiba, saat ini sementara proses,” katanya.

Terkait besaran uang terkumpul dari hasil pemeriksaan rapid, Elen mengarahkan wartawan untuk menanyakan langsung kepada bidang P2P.

Kepala Bidang P2P, Fauzia Al-hadad yang dikonfirmasi, membenarkan bahwa bidang P2P dijadikan tempat menampung dana tersebut.

“Tadi dalam RDP sudah saya sampaikan bahwa jumlah yang diperiksa sebanyak 2131. Berarti angkanya Rp200 juta lebih. Dan uang itu sudah diadakan atau dilakukan order, sudah dipesan melalui pengadaan yang ada di Dinkes. Bisa hubungi pak Andre,” kata Fauzia yang sebelum menjawab pertanyaan berusaha mencoba mematikan rekaman wartawan.

Sekadar diketahui, kepala Dinkes datang ke DPRD namun tidak sempat menghadiri RDP yang dilakukan Komisi IV. Pasalnya, Elen Ludia Nelwan datang sesaat ketika RDP ditutup untuk ditunda.

RDP melalui Komisi IV yang ‘berujung buntu’ terkait dugaan rapid berbayar akan dijadwalkan kembali.

Keterangan artikel (KLIK SINI)

Penulis: Andi Sadam

Artikel yang telah tayang merupakan tanggung jawab redaksi.

Kirim Saran, kritik dan klarifikasi atas artikel ini ke email: [email protected][email protected]  

Kontak penanggung jawab: 0813 55 999 718 (a.n Andi Sadam)