SULAWESI TENGAH - Merayakan hari Tani yang jatuh tanggal 24 September 2021, puluhan petani Desa Meko Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso menggelar aksi protes di tengah sawah mereka di pinggir danau Poso. Protes ini dilakukan setelah lebih dari 15 bulan sawah-sawah mereka tidak bisa ditanami akibat terus direndam air danau Poso.
Menurut para petani, penyebab rendaman air itu bukan karena curah hujan yang tinggi, namun permukaan air danau Poso dinaikkan untuk kepentingan suplai air ke PLTA saat ujicoba yang dimulai pada bulan April hingga Desember 2020 lalu.
Sejak bulan Juli 2020 hingga saat ini lebih dari 100 hektar lahan sawah tak bisa dolah. 100 hektar sawah itu kepunyaan kurang lebih 148 keluarga yang bermukim di Desa Meko.
Para petani menduga penyebab tidak surutnya air danau Poso adalah bendungan PLTA Poso I milik PT Poso Energi yang dibangun di Desa Saojo Kecamatan Pamona Utara, sekitar 25 kilometer dari Desa Meko.
148 keluarga petani di Desa Meko kehilangan mata pencaharian. Sejak pertengahan tahun 2020 itu juga, hingga saat ini sudah 3 kali musim panen terlewatkan.
Para petani bukan saja kehilangan sumber utama pencaharian tapi anak-anak mereka juga kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan karena tidak ada lagi sumber pembiayaan.
Selain Desa Meko, desa-desa lain di sekeliling Danau Poso yang sawahnya terendam adalah Peura, Dulumai, Tindoli, Tolambo, Tokilo, Panjo, Bancea, Taipa, Salukaia, Toinasa, Tonusu, Buyumpondoli.
Survey Dinas Pertanian Poso menyebutkan luas lahan yang terendam 426 ha, lalu direvisi kembali 260 hektar.
Karena tidak mengetahui penyebab tidak surutnya air danau Poso, banyak petani tetap mengolah sawah dengan harapan air akan surut sebagaimana biasanya. Namun saat padi baru berumur beberapa minggu, air kembali naik merendam padi hingga mati atau dimakan keong. Demikian berulang kali terjadi sepanjang musim tanam tahun 2020-September 2021.
Made Sadia, adalah salah seorang petani bahkan 3 kali mengalami kerugian karena tiga kali padi yang ditanam di 3 hektar sawahnya musnah direndam air danau.
Seperti petani lainnya, awalnya Made tidak mengetahui penyebab naiknya air danau Poso yang tidak seperti siklus yang mereka kenal. Belakangan dia mendengar itu disebabkan uji coba pintu air PLTA Poso I.
Upaya untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban sudah diupayakan berkali-kali, baik dilakukan oleh masing-masing petani maupun kemudian dilakukan secara bersama-sama kepada PT Poso Energi, pemda Poso maupun DPRD. Namun tidak ada yang menyatakan bertanggungjawab.
Padahal dalam penjelasannya di sejumlah media, PT Poso Energi mengakui uji coba pintu air proyek PLTA I mereka akan menyebabkan kenaikan permukaan air danau hingga 50 centimeter. [ Baca: Uji Coba Pintu Air PLTA, Ratusan Hektare Sawah di Sekitar Danau Poso Terendam ].
Kepala dinas pertanian kabupaten Poso juga mengakui adanya kenaikan air danau yang berdampak pada ratusan hektar sawah-sawah di pinggir danau Poso termasuk sekitar 300 hektar lahan penggembalaan kerbau tradisional di Kecamatan Pamona Tenggara.
Alasan bahwa kenaikan muka air danau Poso karena fenomena La Nina juga sulit diterima karena meskipun sedang tidak musim hujan, muka air danau juga tidak surut. Apalagi seperti dijelaskan peneliti LIPI bahwa fenomena La Nina terjadi pada bulan Oktober sampai November, sementara sawah terendam sejak bulan Juli 2020.
Berlin Modjanggo, ketua adat desa Meko yang 93 are sawahnya terendam mengatakan, sudah puluhan tahun dia dan petani lain mengolah sawah di pinggir danau Poso, belum pernah ada peristiwa seperti saat ini dimana hampir 1 setengah tahun (sejak Juli 2020 hingga September 2021) air danau Poso tidak kunjung surut.
Berdasarkan pengalaman, para petani mulai menggarap sawah dibulan Desember panen di bulan Maret. Saat itu air danau surut. Pada akhir bulan Maret hingga April air danau mulai naik seiring datangnya musim hujan. Petani di pinggir danau Poso tidak mengolah sawah dan membiarkan sawah-sawah terendam. Petani baru mulai menggarap lagi sawahnya pada akhir bulan Juli dan menunggu panen di bulan November.
Bertepatan di hari tani, petani Desa Meko menuntut PT Poso Energi mengganti hasil panen petani yang hilang selama 3 kali masa panen yakni sejak tahun 2020 sampai saat ini, September 2021. Bendungan PLTA tidak boleh mengganggu siklus tanam petani di pinggiran Danau Poso, sehingga sawah-sawah bisa kembali diolah. Dan negara harus hadir dan bertindak melindungi para petani yang adalah rakyatnya sendiri, bukan melindungi korporasi.
Di Hari Tani ini petani Desa Meko menegaskan tidak akan berhenti menjadi petani dan tidak berhenti mengolah sawah, karena menjadi petani adalah pekerjaan seumur hidup bukan pekerjaan sementara.***
Sumber: Siaran pers APDP, Narahubung: 081354454185 (Berlin Modjanggo, Petani dan Ketua Adat Desa Meko)
More Stories
Dishub Usulkan Bantuan Mobil Desa dan Terminal ke Pemerintah Pusat
Ratusan Hektar Sawah Terendam di Poso, Komnas HAM: Ada Potensi Pelanggaran HAM
Aksi Presiden Main Bola Warnai Pembukaan PON XX Papua